Tersebutlah Mona, seorang karyawati dengan etos kerja tinggi dan pekerja keras. Ia telah bekerja di perusahaan selama lebih dari tiga tahun. Mona sangat menyukai pekerjaan dan rekan-rekan kerjanya. Ia merasa telah dibayar cukup oleh perusahaan dan menerima berbagai tunjangan yang memang pantas ia dapatkan. Tapi tetap saja Mona masih mencari-cari lowongan di perusahaan lain.
Apa yang ditakutkan oleh atasan Mona juga dirasakan oleh atasan perusahaan-perusahaan lain. Sebuah polling yang diadakan baru-baru ini di Amerika Serikat atas sekitar 13.000 pekerja diperoleh kesimpulan, bahwa terakhir kali para responden mengalami perubahan karir, 93% di antaranya menyatakan juga berganti perusahaan (pindah kerja). Berdasarkan data ini, banyak pengusaha berusaha keras mencari jawaban kenapa hal itu terjadi.
Retensi pekerja bukan lagi hanya soal membuat pekerja senang bekerja saat ini – pengusaha juga harus mulai mempertimbangkan kepuasan pekerjanya di masa yang akan datang.
Berikut ini 3 alasan kenapa pekerja merasa perlu untuk resign dan bagaimana cara mempertahankan mereka:
1. Pengusaha/ pimpinan perusahaan tidak memberikan kejelasan jalur karir pekerjanya.
Laporan tahunan tahun 2015 dari LinkedIn yang telah mensurvey lebih dari 10.500 pekerja yang pindah kerja menemukan, bahwa 59% responden melakukannya karena ada lowongan yang lebih baik dengan jalur karir yang lebih jelas. Dari sudut pandang ini, hanya 54% mengambil peluang itu karena kompensasinya lebih baik.
Bagi pekerja, kemampuan untuk tumbuh dan mengembangkan karir sangatlah penting. Mereka menunggu pengusaha/ atasan untuk menunjukkan kepada mereka apa yang harus dilakukan. Untuk membantu para pekerja menetapkan jalur karir mereka, tanyakan di mana mereka perlu bantuan. Setiap orang punya tujuan dan harapan masing-masing terhadap karirnya, dan hal itu akan sulit dicapai jika pengusaha/ atasan tidak mengkomunikasikannya kepada mereka.
Mulailah berdialog dengan masing-masing pekerja tentang harapan mereka pada 5, 10 dan 15 tahun ke depan. Carilah skill apa yang ingin mereka tingkatkan, dan katakan di bagian mana mereka ingin berhasil. Kemudian kembangkan sebuah rencana dan monitor progressnya secara periodik.
Yang terpenting, beri mereka tools yang dibutuhkan. Tawarkan pelatihan kepemimpinan, pengalaman kerja di departemen yang berbeda (rolling) dan program pendampingan sebagai cara untuk menginvestasikan masa depan pekerja. Hal ini akan membantu pekerja menetapkan tujuan profesional mereka dan membantu pengusaha/ atasan untuk mempertahankan pekerja yang telah terlatih baik dan berkinerja tinggi.
2. Keberhasilan karyawan tidak terkait dengan keberhasilan perusahaan.
Setiap orang pasti ingin hasil kerja mereka berdampak pada kinerja perusahaan. Kenyataannya, pekerja diberi kompensasi/ insentif atas prestasinya, bukan atas dampak atas prestasi tersebut terhadap perusahaan. Mereka adalah bagian dari proses, bukan hasil.
Memberikan penghargaan dalam bentuk profit share atas hasil kerja karyawan akan meningkatkan kinerja perusahaan. Hal ini akan membuat mereka merasa menjadi bagian integral dari perusahaan, bukan sekedar ‘pelengkap penderita’. Menerima pembagian profit akan memperkuat ikatan hubungan antara pengusaha dengan pekerja. Dengan demikian pekerja akan menyadari bahwa masa depan perusahaan juga tergantung dari kinerja mereka, bukan hanya dari pengusaha atau pimpinan perusahaan.
3. Pekerja tidak dipromosikan dari dari dalam.
Dalam laporan LinkedIn pada Global Recruiting Trends 2016 disebutkan, bahwa 32% dari 3.800 orang pencari kerja profesional yang disurvey mengatakan, retensi pengusaha merupakan prioritas utama di perusahaan. Yang mengejutkan, prioritas rekrutmen internal (merekrut karyawan dari dalam perusahaan sendiri) hanya sebesar 12%. Tak heran jika kemudian banyak karyawan yang hengkang untuk mencari pekerjaan di perusahaan lain yang menjalankan kebijakan mengisi lowongan yang tersedia dari internal mereka sendiri, sebelum mencari keluar.
Jadi, jika ada posisi managerial yang kosong di perusahaan Anda, jangan terburu-buru pasang iklan lowongan di koran. Carilah karyawan Anda yang ada saat ini. Jika ternyata kompetensi mereka tidak sesuai dengan yang Anda butuhkan, karyawan akan dapat mengerti langkah-langkah yang akan ditempuh perusahaan dan yang mereka harapkan dari seorang pimpinan.
Keuntungan lain dari mempromosikan karyawan berprestasi pada posisi yang baru adalah kecepatan dari proses transisi yang berada di bawah kendali pengusaha sepenuhnya. Peralihan tanggung jawab dari jabatan lama ke jabatan baru dapat berjalan lebih mudah.
Sebagai contoh kasus, jika Mona dipromosikan, dia akan bertahan di perusahaan tersebut untuk melatih karyawan, sebut saja namanya Didi, yang diplot untuk menggantikan posisi lama Mona. Di sisi lain, Didi akan memandu penggantinya, sebut saja Harry, mengerjakan tugas-tugas lama Didi, dan seterusnya. Tidak diperlukan banyak biaya dan sumber daya untuk pelatihan dalam proses transisi tersebut jika dibandingkan dengan merekrut karyawan baru dari luar, dan jika di kemudian hari muncul masalah, karyawan tersebut akan lebih siap mengatasinya. (da/151205)
Diterjemahkan secara bebas dari Entrepreneur
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
thank nice infonya, kunjungi http://bit.ly/2DJkIQ7
BalasHapus