Tentang Promitmen
Visi - Misi dan Lingkup Usaha
Saat ini sebuah institusi bisnis tak hanya perlu memperhatikan kualitas produk dan jasanya saja, tapi juga harus memperhatikan dinamika perubahan yang terjadi di luar. Bila mengabaikannya, sebagus apapun produk dan jasa dibuat, tak dapat diterima oleh pasar.

Karenanya sebuah perusahaan haruslah cermat mengamati perubahan trend yang terjadi. Institusi bisnis harus cepat beradaptasi dengan perubahan demi perubahan agar mampu bertahan dan meningkatkan daya saing usaha.

Kecenderungan inilah yang menggerakkan lahirnya PROMITMEN sebagai solution provider yang memberikan solusi secara profesional, baik di bidang perdagangan maupun jasa.

Landasan kami dalam berbisnis adalah PROFESIONAL dan berKOMITMEN. Dua kata ini yang membentuk nama perusahaan kami: PROMITMEN. PROFESIONAL karena kami dibentuk dari tenaga yang sudah profesional di bidangnya masing-masing, sedangkan KOMITMEN adalah tekad untuk memberikan hasil terbaik bagi pelanggan, mitra, karyawan dan pemegang saham.
Visi
Menjadi penyedia barang dan jasa terpercaya di Indonesia.

Misi
Memberikan nilai tambah, baik bagi mitra dan pelanggan, dalam sebuah hubungan kerjasama yang saling menguntungkan melalui prinsip QCD (Quality, Cost, Delivery)

Lingkup Usaha

10 Fakta Psikologis Tentang Perasaan Manusia

“Penelitian terhadap perilaku manusia menyimpulkan, bahwa orang yang kehilangan ponsel mengalami kepanikan yang identik dengan orang sekarat.”
1. Fobia kehilangan ponsel benar-benar nyata.

Namanya nomophobia, sebutan psikologis untuk ketakutan berlebihan terhadap kehilangan ponsel atau takut tidak bisa menerima panggilan lewat telepon karena tidak membawa ponsel, ketiadaan sinyal, dan lain-lain (Elmore, 2014).

Terminologi nomophobia merupakan kependekan untuk “no-mobile-phone phobia” yang menjadi polemik pada penelitian yang dilakukan oleh UK Post Office tahun 2010 lalu. Menurut penelitian tersebut, 54% responden mengaku mengalami nomopobhia.

Menariknya, kaum wanita lebih merana saat nomopobhia melanda dibandingkan pria (Merz, 2013).

“Kita lebih mudah terbawa mood orang terdekat dengan kita daripada dengan orang yang kurang begitu dikenal.”
2. Tanpa kita sadari, kita terpengaruh oleh mood orang lain.

Secara ilmiah kondisi ini disebut fenomena “penularan emosional”. Hal ini merupakan proses alamiah yang menjalar ke otak kita melalu “neuron-cermin” yang membuat kita merasakan dan merefleksikan emosi orang lain (Blume, 2007). Dan sebagaimana dinyatakan dalam Efek Bunglon, kita memiliki kecenderungan alamiah untuk meniru perubahan suara yang diucapkan orang lain dan ekspresi fisiknya (Bargh and Chartand, 1999). Selain itu, kita biasa meniru gaya atau gerakan orang yang biasa kita temui saat bersama orang asing.

“Kesedihan tak hanya menyakitkan perasaan, tapi juga melukai fisik, yang dikenal dengan Sindrom Patah Hati.”
3. Beberapa tahun terakhir ini sejumlah peneliti yang terdiri dari psikolog menemukan fakta menarik terkait metafora yang membandingkan antara cinta dengan penderitaan.

Penelitian neuroimaging menunjukkan bahwa bagian otak yang bertanggungjawab atas proses kesakitan fisik saling bertumpang tindih dengan saraf yang terkait dengan penderitaan sosial. Sindrom Patah Hati ditandai dengan pembuluh darah koroner normal, kelainan gerakan dinding regional yang melampaui bagian dasar vaskular koroner tunggal, dan seringkali, menjadi pemicu stres (Hurst, et. Al, 2010).

Keadaan ini bersifat sementara dan biasanya muncul saat dalam kondisi tertekan, seperti kehilangan orang yang dicintai.

“Berpelukan selama lebih dari 20 detik akan membuat hormon di dalam tubuh bereaksi yang berdampak timbulnya kepercayaan pada orang yang Anda peluk.”
4. Saat berpelukan, otak akan mengeluarkan zat kimiawi yang disebut dengan hormon oxytocin.

Diduga, oxytocin, hormon yang berperan dalam pergaulan sosial ini juga penting dalam membentuk kepercayaan (trust) kepada orang lain (Baumagartner, 2008).

“Umumnya orang akan lebih jujur dalam keadaan lelah. Itulah sebabnya orang lebih terbuka tentang dirinya saat ngobrol di malam hari.”
5. Sebuah penelitian menemukan, bahwa pengalaman biasa yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dapat mengurangi keteguhan dalam melawan godaan moral (Kouchaki, et al. 2013).

Disebutkan pula, orang akan menurun kemampuan mengendalikan diri saat dalam keadaan letih. Penelitian lain menyebutkan, bahwa rata-rata orang dewasa kurang mampu mengendalikan diri saat jam kerja dan menjadi makin “tak bermoral” alias "neko-neko" di sore hari (Barnes, et al. 2014). Hal ini bisa jadi terkait dengan penelitian yang dilakukan oleh Florida State University, di mana memulihkan glukosa ke level yang cukup akan meningkatkan kemampuan mengendalikan diri. Dan pada 2009 Stanford University School of Medicine menemukan faka, bahwa Circadian Rhythm (jam biologis manusia yang mengatur aktifitas sejak bangun tidur sampai tidur lagi dalam kurun waktu 24 jam) terkait langsung dengan mekanisme yang menghasilkan gula darah.

Penelitian tersebut menyatakan, bahwa orang cenderung melakukan kebiasaan tak bermoral saat sedang kelelahan akibat menurunnya kemampuan mengendalikan diri. Namun kesenjangan kemampuan mengendalikan diri akan membuat orang menjadi lebih jujur dengan kondisi fisiknya.

“Menjejali diri dengan sesuatu secara berulang-ulang akan membuat kita menjadi desensitif, sehingga cenderung mengabaikan sisi negatifnya. Menonton film porno misalnya.”
6. Desentisisasi diartikan sebagai berkurangnya tanggungjawab emosional menjadi dorongan ke arah sebaliknya.

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan baru-baru ini menyatakan, bahwa orang tua yang gemar menonton film kekerasan atau porno akan lebih permisif terhadap kedua jenis tontonan tersebut, bahkan cenderung melakukan pembiaran kepada anak-anak mereka untuk menontonnya (Romer, et. Al. 2014). Hal ini juga terjadi pada orang-orang yang gemar bermain video game (Bushman, 2007).

“Coklat menghasilkan bahan kimia yang sama dengan yang dihasilkan di dalam tubuh kita saat sedang kasmaran.”
7. Anggapan bahwa coklat adalah “candu cinta” bukanlah hal baru.

Coklat dikenal sebagai zat aprodisiak, yaitu zat yang bisa meningkatkan libido, sehingga sering digunakan sebagai hadiah tanda cinta. Kenapa begitu? Coklat mengandung trytophan, zat kimia yang ada dalam otak dan digunakan untuk memproduksi serotonin, zat yang menimbulkan rasa nyaman di otak, sehingga akan muncul mood positif, kesehatan emosional, tidur yang nyenyak, menyeimbangkan nafsu makan dan berperan dalam sejumlah fungsi perilaku dan fisiologis (Kilham, 2011).

Coklat juga mengandung bahan kimia yang disebut dengan phenylethylamine, yaitu neurotransmitter yang membantu meningkatkan perasaan menarik, ceria, dan mabuk kepayang. Neurotransmitter tersebut menstimulasi pusat kenikmatan otak dan mencapai puncaknya saat orgasme (Crandell, 2007).

“Senang, marah, sedih, takut, jijik dan terkejut adalah enam ekspresi emosi yang berlaku secara universal”.
8. Riset psikologis mengggolongkan ekspresi wajah sesuai dengan emosi universal yang berbeda: jijik/ muak, sedih, gembira/ bahagia, takut, marah dan terkejut (Black, et. Al, 1995).

Juga muncul hipotesa, bahwa secara universal ditemukan hubungan antara gerakan tertentu dari otot-otot wajah dengan emosi tertentu (Ekman and Friesen, 1967, 1969).

“Saraf cermin akan membuat kita bisa berprihatin merasakan penderitaan orang lain”.
9. Saraf cermin adalah piranti keras otak yang berfungsi menyelaraskan orang dengan lingkungannya (Matousek, 2011).

Saraf cermin membuat kita memahami pemikiran orang lain bukan melalui alasan yang konseptual, tetapi melalu stimulasi langsung. Ini terjadi karena saraf cermin yang mampu membuat wajah Anda merona merah saat seseorang dipermalukan, menjauh saat orang lain terkena lemparan batu misalnya, dan tak bisa menahan tawa waktu melihat sekelompok orang tertawa bersama (Rizzolatti, circa 1990).

Disebutkan, bahwa saraf-saraf ini memberi kita kemampuan untuk berempati, membuat kita bisa memahami perasaan orang lain, baik secara fisik maupun emosional (Ramachandran, 2012).

“Orang cenderung lebih bahagia jika mempunyai kesibukan, karena akan menghindarkan diri dari pikiran-pikiran negatif”.
10. Sebuah penelitian menyatakan, bahwa orang akan merasa khawatir jika menganggur (Hsee, et.al 2009).

Dalam sebuah eksperimen yang dilakukan Christopher Hsee dan rekan-rekannya, mereka melakukan dua percobaan untuk menguji apakah orang lebih suka menganggur atau tidak. Hasilnya, apapun alasannya orang akan termotivasi untuk menyibukkan diri, karena mereka yang sibuk merasa lebih bahagia dibandingkan orang yang menganggur (Hsee, et.al 2009).

Sumber: psych2go


Share on Google Plus

About Unknown

Landasan kami dalam berbisnis adalah PROFESIONAL dan KOMITMEN. Dua kata ini yang membentuk nama perusahaan kami: PROMITMEN. PROFESIONAL karena kami dibentuk dari tenaga yang sudah profesional di bidangnya masing-masing, sedangkan KOMITMEN adalah tekad untuk memberikan hasil terbaik bagi pelanggan, mitra, karyawan dan pemegang saham.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :

Posting Komentar