Sekilas Tentang Kemajuan Pola Pikir Manusia
Kita hidup di jaman yang memberikan penghuninya kesempatan terbaik untuk mendengarkan dirinya. Sekarang manusia bisa mendapatkan apa yang benar-benar dia inginkan. Mulai dari makanan apa yang dia sedang menarik seleranya, lengkap dengan bagaimana cara makanan tersebut dimasak. Pekerjaan apa yang dia inginkan. Sampai, bagaimana cara bagi dirinya untuk mendidik dirinya sendiri untuk mendapatkan pekerjaan tersebut. Manusia di jaman ini benar-benar mendapatkan kesempatan untuk mengatur hidup dan meraih impiannya. Manusia di jaman ini mendapatkan kesempatan sebesar-besarnya untuk menjadi bahagia karena dapat menjadi dirinya sendiri.
Kondisi yang membebaskan ini tidak serta merta dimiliki oleh manusia, tapi juga didukung oleh perkembangan teknologi serta -yang lebih penting- perkembangan cara berpikir manusia. Maka, tentu saja pembicaraan mengenai pentingnya mendengarkan diri sendiri harus dimulai dari pembahasan sejarah mengenai bagaimana usaha manusia hingga sampai pada titik di mana mereka menyadari pentingnya mendengarkan diri sendiri. Pembahasan mengenai hal ini penting agar, selain kita mengetahui pentingnya mendengarkan diri sendiri, kita juga menyadari bahwa kondisi yang membuat kita bebas mendengarkan diri sendiri tidak datang begitu saja, tapi telah melalui perjuangan dan pemikiran yang panjang.
Kira-kira, masa di dunia berdasarkan kebebasan manusia untuk mendengarkan diri sendiri dapat dibagi kedalam tiga kategori jaman, yaitu, (1) jaman di mana manusia harus mencocokkan diri dengan dunia sekitarnya, (2) jaman di mana manusia mulai menyadari pentingnya menjadi diri sendiri dan mendengarkan diri sendiri, dan (3) jaman di mana manusia mulai menjadi diri sendiri. Ketiga kategori ini adalah hasil observasi pribadi penulis, dan mungkin saja di kemudian hari akan terbukti salah.
JAMAN PERTAMA
Jaman pertama dimulai sejak pertama kali manusia memiliki pekerjaan sampai pada pertengahan abad ke-20 (yang saya maksud abad ke-20 adalah sejak 1900 dan berakhir di tahun 1999). Tentu saya tidak akan membahasnya semenjak masa hanya ada dua pekerjaan di dunia: berburu dan membesarkan anak. Saya hanya akan membahas akhir jaman pertama ini. Dengan memperlakukan peneliti psikologi sebagai seorang sejarawan, menurut saya peneliti yang paling mewakili jaman ini adalah Lev S. Vygotsky (1896-1934).
Vygotsky menemukan bahwa budaya amat mempengaruhi kesuksesan belajar anak. Anak yang sukses adalah anak yang dapat mengikuti keinginan budayanya. Maksudnya, anak yang sukses adalah anak yang dapat bekerja atau menciptakan sesuatu yang dapat diterima oleh budayanya. Anak harus mengikuti tuntutan budayanya. Misal, anak yang hidup di pantai akan sukses jika dia dapat menjadi seorang nelayan atau menciptakan sesuatu yang dapat membantu pekerjaan sebagai nelayan.
Pada jaman Vygotsky ini, seseorang akan lebih sukses jika mengikuti tuntutan masyarakatnya daripada menjadi diri sendiri. Orang itu beruntung jika tuntutan masyarakat sesuai dengan keinginannya. Jika tidak, pilihannya adalah menyerah pada tuntutan lingkungan, atau memberontak dan harus berani hidup dalam kategori “tidak sukses”. Jaman ini ditandai dengan adanya kategori pekerjaan yang “sukses” (misal, pengacara, dokter atau insinyur) dan “tidak sukses” (misal, seniman).
JAMAN KEDUA
Tapi kemudian jaman bergerak dan memasuki era baru. Era dimana manusia mulai menyadari pentingnya menjadi diri sendiri. Jaman ini diwakili oleh Carl Rogers (1902-1987) dan berkembang di akhir abad ke-20 (1950-an ke atas). Pada jaman ini, Rogers –melalui pengalaman praktek bertahun-tahun— menemukan bahwa orang yang memiliki gangguan kesehatan psikologi adalah orang yang menemukan ketidakcocokan antara dirinya (organismic experience) dan gambaran dirinya yang dia dapat dari harapan orang lain (bagian dari self-concept).
Gangguan kesehatan psikologis ini hadir karena tuntutan yang diberikan kepada dia (conditions of worth) membentuk gambaran diri (self-concept) yang berbeda dari siapa dirinya sebenarnya. Dan saat dirinya harus menjalani hidup yang berbeda dari keinginannya, dia tidak merasa bahagia. Tapi, mau tidak mau dia harus menuruti tuntutan lingkungannya (misal, perintah orang tua bahwa untuk jadi sukses, dia harus menjadi dokter dan meninggalkan keinginannya menjadi pelukis) karena dengan menuruti harapan lingkungan, baru dia merasa dihargai oleh lingkungannya.
Jaman ini ditandai dengan manusia yang mulai menerima dirinya sendiri, walau masih dalam bentuk hobi (misal, orang yang merasa memiliki darah seni akan meluangkan waktu dengan melukis atau karaoke). Orang yang bahagia di jaman ini adalah orang yang dapat mendengarkan dirinya sendiri.
JAMAN KETIGA
Jaman ketiga ini berkembang pada awal abad ke-21. Mungkin mereka yang dapat mewakili jaman ini adalah Martin Selligman (peneliti yang membahas mengenai kebahagian diri) dan Howard Gardner (peneliti Multiple Intelligence).
Selligman memaparkan bahwa kebahagiaan akan dimiliki jika manusia menerima dirinya apa adanya. Konsep ini melahirkan pendekatan Psikologi Positif, yaitu melakukan perubahan pada manusia dengan cara berfokus pada peningkatan kekuatan orang tersebut, daripada memperbaiki kekurangan-kekurangannya. Hal ini dilakukan karena ditemukannya kenyataan bahwa memperbaiki kekurangan hanya akan memberikan hasil seadanya, sedangkan meningkatkan kekuatan (bakat) seseorang akan melejitkan potensi orang tersebut, padahal kedua usaha tersebut dilakukan dengan tenaga yang sama (saat ini, sudah mulai ada perusahaan di Indonesia yang menerapkan pendekatan ini pada karyawannya).
Pendekatan Psikologi Positif ditopang oleh penemuan Gardner bahwa selain kecerdasan intelektual (kecerdasan yang dikategorikan intelektual adalah logis-matematis), masih ada kecerdasan lain (linguistik, spasial, interpersonal, dll). Dan jika seseorang merasa kuat di kecerdasan yang bukan intelektual, maka –mengikuti prinsip Psikologi Positif— lebih baik orang tersebut berkonsentrasi pada bakatnya daripada memperbaiki sesuatu yang sebenarnya tak akan memberikan hasil yang memuaskan.
Jaman ini ditandai dengan makin dihargainya profesi yang tadinya dianggap sebagai profesi yang “tidak sukses” yang disebutkan di atas, serta mulai adanya orang-orang yang berpindah profesi untuk mendapatkan pekerjaan yang mereka dambakan (Carl Rogers sendiri adalah orang yang melepaskan harapan orang tuanya agar dia menjadi seorang petani demi impiannya untuk menjadi praktisi dan peneliti psikologi).
Sebagai penutup, jaman ini adalah jaman dimana menjadi diri sendiri sudah tidak dianggap sebuah pemberontakan, tapi dianggap sebagai sebuah kekuatan. Untuk menyadarinya, manusia memerlukan waktu bertahun-tahun (lihat saja pergeseran dari “jaman satu” ke “jaman dua” yang memakan waktu lima puluh tahun). Oleh karena itu, kita harus merayakan kemajuan cara berpikir manusia –yang merupakan pertanda terus berlanjutnya evolusi pemikiran— dengan menanyakan pada diri kita “mau jadi apa kita?” dan membiarkan anak kita berkembang sesuai dengan potensinya.
Sumber: Bina Insan Mandiri
0 komentar :
Posting Komentar